Senin, 26 November 2012

poin penting dalam kurikulum pendidikan islam


KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh :
Muhammad Shidiq Nurcahyo

Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dalam pendidikan, diperlukan adanya program yang terencaa dan dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses, pelaksanaan sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah “kurikulum pendidikan”.
Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat berarti, karena merupakan oprasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu dari komponen pokok pendidikan, dan kurikulum sendiri juga merupakan sistem yang mempunyai komponen-komponen tertentu. Komponen kurikulum tersebut paling tidak, mencakup tujuan, struktur program, strategi pelaksanaan yang menyangkut sestem penyajian pelajaran, penilaian hasil belajar, bimbingan – penyuluhan, administrasi, dan supervisi pendidikan[1]. Namun, komponen – komponen tersebut belum memadai sebagai komponen kurikulum pendidikan. Untuk itu, komponen kurikulum pendidikan setidak-tidaknya mencakup empat klaster (kelompok) pokok[2], yaitu
:
1.      Klaster komponen dasar : mencakup konsep dasar tujuan kurikulum pendidikan, prinsip-prinsip kurikulum yang dianut, pola organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan, orientasi pendidikan, dan sistem evaluasi.
2.   Klaster komponen pelaksana : mencakup materi pendidikan, sistem perjenjangan, sistem penyampaian, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
3.    Klaster komponen pelaksana dan pendukung kurikulum : mencakup pendidik, peserta didik, bimbingan konseling, administrasi pendidikan, sarana prasarana, dan biaya pendidikan.
4.      Klaster komponen usaha – usaha pengembangan : yakni usaha-usaha pengembangan dari ketiga klaster tersebut dengan berbagai komponen yang tercakup didalamnya.

       I.            HAKIKAT KURIKULUM PENDIDIKAN
            Kurikulum (manhaj/curriculum) adalah seperangkat perencanan dan media yang menghantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan[3]. Konsep dasar kurikulum sebenarnya tidak sesederhana itu, tetapi kurikulum dapat diartikan menurut fungsinya sebagaimana dalam pengertian berikut ini[4]:
1.           Kurikulum sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di intitusi pendidikan lainnya.
2.      Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi yang lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
3.      Kurikulum sebagai kegiatan terencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkandan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
4.      Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suau tujuan tertentu tanpa mengspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil yang direncaakan dan dinginkan.
5.      Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda tersebut.
6.      Kurikulum sebagai kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya adalah peseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan belajar.
7.      Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari beberapa definisi itu, baik dilihat dari fungsi kurikulum maupun tujuannya, hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiaatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentu bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dengan hal – hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Melalui konsep dasar kurikulum tersebut, dapat disusun “teori kurikulum” sebagaimana pedoman pelaksanaan pendidikan. Beauchamp (1975) mendefinisikan teori kurikulum dengan : “...a set of related statement that gives meaning a to school’s curriculum by related pointing up the the relationships among its elements and by dicerting its development, its use, and its evaluation” (....seperangkat pernyataan yang terkait yang memberi arti bagi suatu kurikulum suatu sekolah dengan jalan menunjukkan hubungan – hubungan antara undur-unsurnya dengan mengarahkan pengembangan, penggunaan dan evaluasinya)[5]. Menurut Jaweet dan Bair, teori kurikulum pendidikan tersebut harus disadari atas asumsi tentang hakikat masyarakat, manusia dan pendidikan itu sendiri.


    II.            DASAR, PRINSIP DAN FUNGSI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.
            Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu).
            Herman H. Horne memberikan dasar kurikulum dengan tiga macam, yaitu :
1.      Dasar psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan peserta didik (the ability and needs of children).
2.      Dasar sosiologis, yang digunakan mengetahui tuntunan sah dari masyarakat. (the legitimate demands of society).
3.      Dasar filosafis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the king of universe in which we live).
Dalam perspektif islam, pendapat Herman di atas sesunggunya belum menjamin bahwa suatu kurikulum dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena belum memasukkan dasar religius yang wajib diresapi oleh peserta didik sejalan dengan tujuan yang diterapkan[6]. Karena itu, Al-syaibani[7] menetapkan menetapkan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan islam, yaitu :
1.      Dasar Religi.
Dalam arti segala  yang ada didalam masyarakat termasuk pendidikan, harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama islam denga segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan islam jelas harus didasarkan pada Al-Qur’an, Al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu lainya.
2.      Dasar Falsafah.
Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan islam secara filosofis sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontologi, epistimologi, maupun axiologi.
3.      Dasar Psikologis.
Dasar ini merupakan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan denga ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perseorangan antara satu peserta didik dengan lainya.
4.      Dasar Sosiologis.
Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan islaam yang tercemin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat islam dan kebudayaann. Baik dari segi pengetahuan , nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab tidak ada suatu masyarakat yang tidak berbudaya  dan tidak ad suatu kebudayaan yang tidak berada pada maasyarakat. Kaitanya dengan kurikulum pendidikan islam yang sudah tentu kurikulum ini sudah mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangan.

5.      Dasar Organisatoris.
Dasar ini memberikan landasan dan penyusunan bahan pembelajaran beserta penyajiannya dalam proses pembelajaran.
Dalam penyusunan kurikulum, kita harus diperhatikan prinsip-prinsip yang dapat mewarnai kurikulum pendidikan islam. Prinsi-prinsip tersebut berbeda-beda menurut analisis para pakar. Dalam merumuskan kurikulum pendidikan islam penulis ambil pemikiran para pakar tersebut kemudian ditambah dan disesuaikan dengan esensi kurikulum pendidikan islam.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip berasaskan islam termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah , tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak islam.
2.      Prinsip mengarah kepada tujuan adalah seluruh aktifitas dalam kurikulum diarahkan untuk  mencapai tujuan yang dirumuskan sebelumnya.
3.      Prinsip (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang terkandung didalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.
4.      Prinsip Relevansi adalah adanya kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
5.      Prinsip Fleksibilitas, adalah terdapat ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemulihan program pendidikan maupun maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
6.      Prinsup Integritas adalah kurikulum tersebut dapat menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas dzikir dan fakultas piker, serta manusia yang dapat menyelaraskan struktur kehidupan dunia dan struktur kehidupan akhirat.
7.      Prinsip Efisiensi, adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan sumber lain secara cermat tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan.
8.      Prinsip Kontuinuitas dan kemitraan adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkelanjutan denagn kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secara vertikal (penjenjangan,tahapan) maupun horizontal.
9.      Prinsip Individualitas adalah bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan anak pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik, seperti perbedaan jasmani, watak inteligensi, bakat kelebihan dan kekurangannya.
10.  Prinsip Kesamaan memperoleh kesempatan, dan demokratis adalah bagaimana kurikulum dapat memberdayakan semua peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sangat diutamakan. Seluruh peserta didik / santri dari berbagai kelompok seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, unggul berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
11.  Prinsip Kedinamisan, adalah agar kurikulum itu tidak statis, tetapi dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial.
12.  Prinsip Keseimbangan, adalah bagaimana kurikulum dapat mengembangkan sikap potensi peserta didik secara harmonis.
13.  Prinsip Efektivitas, adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar.      

 III.            ORIENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu :
1.      Orientasi pada pelestarian nilai-nilai.
2.      Orientasi pada kebutuhan sosial (social demand).
3.      Orientasi pada tenaga kerja.
4.      Orientasi pada peserta didik.
5.      Serta Orientasi pada masa depan dan perkembangan teknologi[8].

 IV.            MODEL-MODEL KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Jika pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas, melestarikan nilai-nilai, serta membekali kemampuan produktif, maka model kurikulum yan tepat adalah menggunakan pendekatan akademis, pendekatan teknologi, dan pendekatan humanistik[9]. Maka, penulis cenderung memodifikasinya dengan bahasan berikut ini[10] :
a.       Kurikulum sebagai Model Subjek Akademis.
Kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual.konotasi model ini tidak hanya menerima apa yang disampaikan dalam perkembangan, tetapi juga menerima proses belajar yang dialami peserta didik.
b.      Kurikulum sebagai Model Humanistik (Aktualisasi Diri).
Model kurikulum ini berfungsi menyediakan pengalaman yang berharga bagi peserta didik yang membantu kelancaran perkembangan pribadi peserta didik. Hal tersebut menyebabkan ia berkembang dinamis searah dengan pertumbuhannya, mempunyai integritas dan otonomi kepribadian, dan sikap yang sehat terhadap diri sendiri.
c.       Kurikulum sebagai Model Rekonstruksi Sosial.
Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan internasional. Kurikulum ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu berfikir, merasa, dan melakukan.bila pendidikan dapat mengubah tingkah laku individu, pendidikan tersebut dapat pula mengubah masyarakat, sehingga sekolah dapat dipandang sebagai “agent of change”.
d.      Kurikilum sebagai Model Teknologi.
Kurikulum model ini, pendidikan menekankan pada penyusunan program pengajaran da rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini dapat menggunakan sistem saj, atau juga dengan alat atau media. Selain itu dapat dipadukan antara program pendekatan sistem dengan program pendekatan alat dan media.
e.       Kurikulum sebagai Model Proses Kognitif.
Kurikulum ini bertujuan mengembangkan kemampuan mental, antara lain berfikir dan berkeyakinan bahwa kemampuan tersebut dapat ditransfer atau diterapkan pada bidang-bidang lain. Model ini berpijak pada psikologi kognitif, yang konsepnya berpijak pada kekuaran pikiran.

    V.            ISI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Finc dan Crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam rumus isi kurikulum pendidikan yaitu :
1.      Waktu dan biaya yang tersedia.
2.      Tekanan internal dan eksternal.
3.      Persyaratan tentang isi kurikulum dari pusat maupun daerah.
4.      Tingkat dari isi kurikulum yang akan diberikan.
Untuk menentukan kualifikasi isi kuirkulumpendidikan islam, dibutuhkan syarat yang perlu diajukan dalam perumusannya, yaitu[11] :
1.      Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.      Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3.      Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia anak didik.
4.      Perlu membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan memiliki fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan yang riil.
5.      Penyusunan kurikulum bersifat integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu dengan materi yang lain.
6.      Materi yang disusun mempunyai relevansi dengan masalah – masalah yang mutakhir.
7.      Adanya metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memerhatikan perbedaan masing-masing individu.
8.      Materi yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9.      Memerhatikan aspek-aspek sosial.
10.  Materi yang disusun mempunyai pengaruh yang positif bagi jiwa peserta didik.
11.  Memerhatikan kesempurnaan pembawaan fitrah.
12.  Adanya ilmu alat yang mempelajari ilmu-ilmu lain.
Setelah syarat – syarat itu dipenuhi, disusunlah isi kurikulum pendidikan islam. Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Abrasyi, membagi isi kurikulum pendidikan islam dengan dua tingkatan, yaitu :
1.      Tingkatan pemula (manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibnu Khaldun memandang bahwa Al-Qur’an merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas pelaksana pendidikan islam. Disamping itu, mengingat isi Al-Qur’an mencakup materi penanaman akidah dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat akhlak mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.
2.      Tingkat atas (manhaj ‘ali)
Kurikulum tingkat ini mempunyai dua klasifikasi yaitu :
a.    Ilmu-ilmu yang bekaitan dengan dzatnya sendiri, seperti ilmu syari’ah yang mencakup fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu bumi, dan ilmu filsafat.
b.    Ilmu-ilmu yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain, dan bukan berkaitan dengan dzatnya sendiri. Misalnya, ilmu bahasa (linguistik), ilmu matematika, ilmu mantiq (logika)

 VI.            KLASIFIKASI ILMU DALAM KURIKULUM ISLAM
Para ahli muslim telah banyak memberikan pandangannya tentang apa saja yang harus diketahui dan dipelajari oleh para manusia selaku hamba Allah, selaku anggota masyarakat dan selaku pribadi berakhlak susila.
1.      Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu[12] :
a.       Ilmu yang tercela banyak atau sedikit. Ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia di dunia dan di Akhirat, misalnya ilmu sihir nujum dan perdukunan. Nilai ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat dan akan meragukan kebenaran Allah SWT. Oleh karena itu jauhilah ilmu tersebut.
b.      Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu ini bila dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.
c.       Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu yang tidak boleh diimani, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman, misalnya ilmu filsafat.
Dari segi kelompok ilmu tersebut. Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua kelompok dilihat dari kepentingannya, yaitu :
1)      Ilmu yang fardhu (wajib) a’in yaitu ilmu untuk diketahui semua orang muslim yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumberkan kitab suci Allah.
2)      Ilmu fardhu kifayah untuk dipelajari oleh sebagian muslim. Ilmu ini adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya ilmu hitung (matematika); ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertnian dan industri.
Al-Ghazali mengusulan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah sebagai berikut :
1)      Ilmu – ilmu fardhu a’in yaitu Al-Qur’an dan ilmu agama seperti fiqh, hadist, dan tafsir.
2)      Sekumpulan bahasa, nahwu dan makhraj serta kafadh-khafadhnya. Karena ilmu ini berfungsi membantu ilmu agama.
3)      Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah yaitu kedokteran, matematika, teknologi yang beraneka ragam jenisnya, termasuk juga ilmu politik.
4)      Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah dan beberapa jenis cabang filsafat.
Jenis – jenis ilmu ilmiah yang sebenarnya dijadikan substansi kurikulum lembaga - lembaga pendidikan Islam, meskipun bentuknya harus diadakan modifikasi, formulasi ataupun penyempurnaan sesuai dengan tuntunan masyarakan setempat, mengingat lembaga pendidikan adalah cermin cita-cita masyarakatnya.

BAB III
PENUTUP

Dari hasil pembahasan makalah di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Hakekat kurikulum pendidikan Islam adalah seperangkat perencanan dan media yang menghantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan, atau kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk materi pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan dengan mengacu pada nilai-nilai ajaran Islam. Dasar nya adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dan model kurikulum yang tepat adalah menggunakan pendekatan akademis, pendekatan teknologi, dan pendekatan humanistik.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1989.
Ansyar, Muhammad, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulm, Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK Depdikbid, 1989.
Ahmad, Zainal Abidin, Memperkembangkan dan mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, 1979



[1] Sudirman, dkk., ilmu pendidikan, (bandung: Remadja karya, 1989), hal. 13-14.
[2] Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, (Solo:Romadhoni, 1991), hal. 11-12.
[3] Muhammad Ali al-Khawli, Qamus Tarbiyah, English-Arab, (beirut: dar al-‘ilm al- Lmaliyyin, tt.) hal 103
[4] Muhammad Ansyar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta :Dirjen PT-PPLPTK Depdikbut, 1089) hal 8-20.
[5] Rusli ahmad, Perencanaan dan Desain Kurikulum Dalam Pendidikan Jasmani, (Jakarta : Dirjen PT-PPLPTK Depdikbud, 1989), hal.12-13
[6] Arifin HM, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1987) hal. 86
[7] Umar Muhammad Al-Thaumi Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979) hal.523-532
[8] Muhaimin, op.cit,. hal.57
[9] Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu teori pendidikan, (Yogyakarta :Rake sarasin, 1987), hal. 183
[10] Baca Lebih lanjut : Nasution, pengembangan ...,op,cit., h. 15-34; Nana Syaodin Sukmadinata, op.cit,. hal. 86-105
[11] Abd al-Rahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al-islamiyah wa asalibuha, (beirut :dar al-fikr, 1979), hal. 177-179. Muhammad athiah al Abrasyi, dasar – dasar pokok pendidikan islam, terj. Bustami A. Ghani, (jakarta : bulan bintang. 1987), hal.173-186
[12] Lihat. Dr. Sa’ad Nursa Ahmad. (tathawwur al – fikry al – tarbawi. (qahirah: maktabah al-istiglal, al-kubro. 1970) h.h. 284-286

Tidak ada komentar:

Posting Komentar