KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh :
Muhammad Shidiq Nurcahyo
Oleh :
Muhammad Shidiq Nurcahyo
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi
yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dalam
pendidikan, diperlukan adanya program yang terencaa dan dapat menghantar proses
pendidikan sampai pada tujuan yang diinginkan. Proses, pelaksanaan sampai
penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah “kurikulum pendidikan”.
Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat berarti, karena
merupakan oprasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan
tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan salah
satu dari komponen pokok pendidikan, dan kurikulum sendiri juga merupakan
sistem yang mempunyai komponen-komponen tertentu. Komponen kurikulum tersebut
paling tidak, mencakup tujuan, struktur program, strategi pelaksanaan yang
menyangkut sestem penyajian pelajaran, penilaian hasil belajar, bimbingan –
penyuluhan, administrasi, dan supervisi pendidikan[1].
Namun, komponen – komponen tersebut belum memadai sebagai komponen kurikulum
pendidikan. Untuk itu, komponen kurikulum pendidikan setidak-tidaknya mencakup
empat klaster (kelompok) pokok[2],
yaitu
:
:
1.
Klaster
komponen dasar : mencakup konsep dasar tujuan kurikulum pendidikan, prinsip-prinsip
kurikulum yang dianut, pola organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan,
orientasi pendidikan, dan sistem evaluasi.
2. Klaster
komponen pelaksana : mencakup materi pendidikan, sistem perjenjangan, sistem
penyampaian, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar.
3. Klaster
komponen pelaksana dan pendukung kurikulum : mencakup pendidik, peserta didik,
bimbingan konseling, administrasi pendidikan, sarana prasarana, dan biaya
pendidikan.
4.
Klaster
komponen usaha – usaha pengembangan : yakni usaha-usaha pengembangan dari
ketiga klaster tersebut dengan berbagai komponen yang tercakup didalamnya.
I.
HAKIKAT KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum (manhaj/curriculum)
adalah seperangkat perencanan dan media yang menghantar lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan[3].
Konsep dasar kurikulum sebenarnya tidak sesederhana itu, tetapi kurikulum dapat
diartikan menurut fungsinya sebagaimana dalam pengertian berikut ini[4]:
1. Kurikulum
sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang
mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di intitusi pendidikan
lainnya.
2.
Kurikulum
sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi yang lain yang
memungkinkan timbulnya belajar.
3.
Kurikulum
sebagai kegiatan terencana. Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan
tentang hal-hal yang akan diajarkandan dengan cara bagaimana hal itu dapat
diajarkan dengan berhasil.
4.
Kurikulum
sebagai hasil belajar. Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suau tujuan tertentu tanpa mengspesifikasi cara-cara yang dituju
untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil yang direncaakan dan
dinginkan.
5.
Kurikulum
sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya adalah transfer dan refleksi
butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak
generasi muda tersebut.
6.
Kurikulum
sebagai kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya adalah peseluruhan
pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan belajar.
7.
Kurikulum
sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan
untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari beberapa definisi itu, baik dilihat dari fungsi kurikulum
maupun tujuannya, hakikat kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai
rencana kegiaatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentu bahan
pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan
program agar dapat diterapkan, dengan hal – hal yang mencakup pada kegiatan
yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Melalui konsep dasar kurikulum tersebut, dapat disusun “teori
kurikulum” sebagaimana pedoman pelaksanaan pendidikan. Beauchamp (1975)
mendefinisikan teori kurikulum dengan : “...a set of related statement that
gives meaning a to school’s curriculum by related pointing up the the
relationships among its elements and by dicerting its development, its use, and
its evaluation” (....seperangkat pernyataan yang terkait yang memberi arti
bagi suatu kurikulum suatu sekolah dengan jalan menunjukkan hubungan – hubungan
antara undur-unsurnya dengan mengarahkan pengembangan, penggunaan dan
evaluasinya)[5].
Menurut Jaweet dan Bair, teori kurikulum pendidikan tersebut harus disadari
atas asumsi tentang hakikat masyarakat, manusia dan pendidikan itu sendiri.
II.
DASAR, PRINSIP DAN FUNGSI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.
Dasar kurikulum
adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi
kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga
sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu).
Herman H. Horne
memberikan dasar kurikulum dengan tiga macam, yaitu :
1.
Dasar
psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari
pelajar dan kebutuhan peserta didik (the ability and needs of children).
2.
Dasar
sosiologis, yang digunakan mengetahui tuntunan sah dari masyarakat. (the
legitimate demands of society).
3.
Dasar
filosafis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita
hidup (the king of universe in which we live).
Dalam perspektif islam, pendapat Herman di atas sesunggunya belum
menjamin bahwa suatu kurikulum dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, karena belum memasukkan dasar religius yang wajib diresapi oleh
peserta didik sejalan dengan tujuan yang diterapkan[6].
Karena itu, Al-syaibani[7]
menetapkan menetapkan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan islam, yaitu
:
1.
Dasar
Religi.
Dalam arti segala yang ada didalam masyarakat termasuk
pendidikan, harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada dasar
agama islam denga segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan
islam jelas harus didasarkan pada Al-Qur’an, Al-Sunnah dan sumber-sumber yang
bersifat furu lainya.
2.
Dasar
Falsafah.
Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan
pendidikan islam secara filosofis sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum
mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang
diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontologi,
epistimologi, maupun axiologi.
3.
Dasar
Psikologis.
Dasar ini merupakan landasan dalam
perumusan kurikulum yang sejalan denga ciri-ciri perkembangan psikis peserta
didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan
pemikiran dan perbedaan perseorangan antara satu peserta didik dengan lainya.
4.
Dasar
Sosiologis.
Dasar ini memberikan gambaran bagi
kurikulum pendidikan islaam yang tercemin pada dasar sosial yang mengandung
ciri-ciri masyarakat islam dan kebudayaann. Baik dari segi pengetahuan ,
nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab
tidak ada suatu masyarakat yang tidak berbudaya
dan tidak ad suatu kebudayaan yang tidak berada pada maasyarakat.
Kaitanya dengan kurikulum pendidikan islam yang sudah tentu kurikulum ini sudah
mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangan.
5.
Dasar
Organisatoris.
Dasar ini memberikan landasan dan
penyusunan bahan pembelajaran beserta penyajiannya dalam proses pembelajaran.
Dalam
penyusunan kurikulum, kita harus diperhatikan prinsip-prinsip yang dapat
mewarnai kurikulum pendidikan islam. Prinsi-prinsip tersebut berbeda-beda
menurut analisis para pakar. Dalam merumuskan kurikulum pendidikan islam
penulis ambil pemikiran para pakar tersebut kemudian ditambah dan disesuaikan
dengan esensi kurikulum pendidikan islam.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Prinsip berasaskan
islam termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan
kurikulum, termasuk falsafah , tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode
mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan berlaku dalam
lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak islam.
2.
Prinsip mengarah
kepada tujuan adalah seluruh aktifitas dalam kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan yang dirumuskan sebelumnya.
3.
Prinsip
(integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang
terkandung didalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan
kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.
4.
Prinsip
Relevansi adalah adanya kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid,
relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan
tuntutan pekerjaan.
5.
Prinsip
Fleksibilitas, adalah terdapat ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan
dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemulihan program
pendidikan maupun maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
6.
Prinsup
Integritas adalah kurikulum tersebut dapat menghasilkan manusia seutuhnya,
manusia yang mampu mengintegrasikan antara fakultas dzikir dan fakultas piker,
serta manusia yang dapat menyelaraskan struktur kehidupan dunia dan struktur
kehidupan akhirat.
7.
Prinsip
Efisiensi, adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan
sumber lain secara cermat tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan.
8.
Prinsip
Kontuinuitas dan kemitraan adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari
bagian yang berkelanjutan denagn kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secara
vertikal (penjenjangan,tahapan) maupun horizontal.
9.
Prinsip
Individualitas adalah bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan pembawaan dan
lingkungan anak pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik,
seperti perbedaan jasmani, watak inteligensi, bakat kelebihan dan
kekurangannya.
10.
Prinsip Kesamaan
memperoleh kesempatan, dan demokratis adalah bagaimana kurikulum dapat
memberdayakan semua peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sangat diutamakan. Seluruh peserta didik / santri dari berbagai kelompok
seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial yang
memerlukan bantuan khusus, berbakat, unggul berhak menerima pendidikan yang
tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
11.
Prinsip
Kedinamisan, adalah agar kurikulum itu tidak statis, tetapi dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial.
12.
Prinsip
Keseimbangan, adalah bagaimana kurikulum dapat mengembangkan sikap potensi
peserta didik secara harmonis.
13.
Prinsip
Efektivitas, adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru yang
mengajar dan peserta didik yang belajar.
III.
ORIENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Pada
dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi
lima, yaitu :
1.
Orientasi
pada pelestarian nilai-nilai.
2.
Orientasi
pada kebutuhan sosial (social demand).
3.
Orientasi
pada tenaga kerja.
4.
Orientasi
pada peserta didik.
5.
Serta
Orientasi pada masa depan dan perkembangan teknologi[8].
IV.
MODEL-MODEL KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Jika pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas, melestarikan
nilai-nilai, serta membekali kemampuan produktif, maka model kurikulum yan
tepat adalah menggunakan pendekatan akademis, pendekatan teknologi, dan
pendekatan humanistik[9].
Maka, penulis cenderung memodifikasinya dengan bahasan berikut ini[10] :
a.
Kurikulum
sebagai Model Subjek Akademis.
Kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan
diarahkan lebih bersifat intelektual.konotasi model ini tidak hanya menerima
apa yang disampaikan dalam perkembangan, tetapi juga menerima proses belajar
yang dialami peserta didik.
b.
Kurikulum
sebagai Model Humanistik (Aktualisasi Diri).
Model kurikulum ini berfungsi menyediakan pengalaman yang berharga
bagi peserta didik yang membantu kelancaran perkembangan pribadi peserta didik.
Hal tersebut menyebabkan ia berkembang dinamis searah dengan pertumbuhannya,
mempunyai integritas dan otonomi kepribadian, dan sikap yang sehat terhadap
diri sendiri.
c.
Kurikulum
sebagai Model Rekonstruksi Sosial.
Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi
masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan internasional.
Kurikulum ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang menghasilkan
perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu berfikir, merasa, dan
melakukan.bila pendidikan dapat mengubah tingkah laku individu, pendidikan
tersebut dapat pula mengubah masyarakat, sehingga sekolah dapat dipandang
sebagai “agent of change”.
d.
Kurikilum
sebagai Model Teknologi.
Kurikulum model ini, pendidikan menekankan pada penyusunan program
pengajaran da rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program
pengajaran ini dapat menggunakan sistem saj, atau juga dengan alat atau media.
Selain itu dapat dipadukan antara program pendekatan sistem dengan program
pendekatan alat dan media.
e.
Kurikulum
sebagai Model Proses Kognitif.
Kurikulum ini bertujuan mengembangkan kemampuan mental, antara lain
berfikir dan berkeyakinan bahwa kemampuan tersebut dapat ditransfer atau
diterapkan pada bidang-bidang lain. Model ini berpijak pada psikologi kognitif,
yang konsepnya berpijak pada kekuaran pikiran.
V.
ISI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Finc dan Crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam rumus isi kurikulum pendidikan yaitu :
1.
Waktu
dan biaya yang tersedia.
2.
Tekanan
internal dan eksternal.
3.
Persyaratan
tentang isi kurikulum dari pusat maupun daerah.
4.
Tingkat
dari isi kurikulum yang akan diberikan.
Untuk menentukan kualifikasi isi kuirkulumpendidikan islam,
dibutuhkan syarat yang perlu diajukan dalam perumusannya, yaitu[11] :
1.
Materi
yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.
Adanya
relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3.
Disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan usia anak didik.
4.
Perlu
membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan memiliki
fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan yang riil.
5.
Penyusunan
kurikulum bersifat integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala
kontradiksi antara materi satu dengan materi yang lain.
6.
Materi
yang disusun mempunyai relevansi dengan masalah – masalah yang mutakhir.
7.
Adanya
metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memerhatikan
perbedaan masing-masing individu.
8.
Materi
yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9.
Memerhatikan
aspek-aspek sosial.
10.
Materi
yang disusun mempunyai pengaruh yang positif bagi jiwa peserta didik.
11.
Memerhatikan
kesempurnaan pembawaan fitrah.
12.
Adanya
ilmu alat yang mempelajari ilmu-ilmu lain.
Setelah syarat – syarat itu dipenuhi, disusunlah isi kurikulum
pendidikan islam. Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Abrasyi,
membagi isi kurikulum pendidikan islam dengan dua tingkatan, yaitu :
1.
Tingkatan
pemula (manhaj ibtida’i)
Materi
kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibnu
Khaldun memandang bahwa Al-Qur’an merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu
pengetahuan, dan asas pelaksana pendidikan islam. Disamping itu, mengingat isi
Al-Qur’an mencakup materi penanaman akidah dan keimanan pada jiwa peserta
didik, serta memuat akhlak mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang
positif.
2.
Tingkat
atas (manhaj ‘ali)
Kurikulum
tingkat ini mempunyai dua klasifikasi yaitu :
a.
Ilmu-ilmu
yang bekaitan dengan dzatnya sendiri, seperti ilmu syari’ah yang mencakup
fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, ilmu bumi, dan ilmu filsafat.
b.
Ilmu-ilmu
yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain, dan bukan berkaitan dengan dzatnya
sendiri. Misalnya, ilmu bahasa (linguistik), ilmu matematika, ilmu mantiq
(logika)
VI.
KLASIFIKASI ILMU DALAM KURIKULUM ISLAM
Para
ahli muslim telah banyak memberikan pandangannya tentang apa saja yang harus
diketahui dan dipelajari oleh para manusia selaku hamba Allah, selaku anggota
masyarakat dan selaku pribadi berakhlak susila.
1.
Al-Ghazali
membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu[12] :
a.
Ilmu
yang tercela banyak atau sedikit. Ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi manusia di
dunia dan di Akhirat, misalnya ilmu sihir nujum dan perdukunan. Nilai ilmu ini
dipelajari akan membawa mudharat dan akan meragukan kebenaran Allah SWT. Oleh
karena itu jauhilah ilmu tersebut.
b.
Ilmu
yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu ini
bila dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan
dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.
c.
Ilmu
yang terpuji pada taraf tertentu yang tidak boleh diimani, karena ilmu ini
dapat membawa kepada kegoncangan iman, misalnya ilmu filsafat.
Dari segi kelompok ilmu tersebut. Al-Ghazali membagi lagi menjadi
dua kelompok dilihat dari kepentingannya, yaitu :
1)
Ilmu
yang fardhu (wajib) a’in yaitu ilmu untuk diketahui semua orang muslim yaitu
ilmu agama, ilmu yang bersumberkan kitab suci Allah.
2)
Ilmu
fardhu kifayah untuk dipelajari oleh sebagian muslim. Ilmu ini adalah ilmu yang
dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya ilmu hitung
(matematika); ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertnian dan industri.
Al-Ghazali mengusulan beberapa ilmu pengetahuan yang harus
dipelajari di sekolah sebagai berikut :
1)
Ilmu
– ilmu fardhu a’in yaitu Al-Qur’an dan ilmu agama seperti fiqh, hadist, dan
tafsir.
2)
Sekumpulan
bahasa, nahwu dan makhraj serta kafadh-khafadhnya. Karena ilmu ini berfungsi
membantu ilmu agama.
3)
Ilmu-ilmu
yang fardhu kifayah yaitu kedokteran, matematika, teknologi yang beraneka ragam
jenisnya, termasuk juga ilmu politik.
4)
Ilmu
kebudayaan seperti syair, sejarah dan beberapa jenis cabang filsafat.
Jenis – jenis ilmu ilmiah yang sebenarnya dijadikan substansi
kurikulum lembaga - lembaga pendidikan Islam, meskipun bentuknya harus diadakan
modifikasi, formulasi ataupun penyempurnaan sesuai dengan tuntunan masyarakan
setempat, mengingat lembaga pendidikan adalah cermin cita-cita masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
Dari hasil pembahasan makalah di atas dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
Hakekat kurikulum pendidikan Islam adalah seperangkat perencanan
dan media yang menghantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan
yang diinginkan, atau kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta
didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk materi pendidikan, saran-saran
strategi belajar mengajar dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang
bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan dengan mengacu pada nilai-nilai
ajaran Islam. Dasar nya adalah kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi dan
membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Dan model
kurikulum yang tepat adalah menggunakan pendekatan akademis, pendekatan
teknologi, dan pendekatan humanistik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, Bandung:
Sinar Baru, 1989.
Ansyar, Muhammad, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulm,
Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK Depdikbid, 1989.
Ahmad, Zainal Abidin, Memperkembangkan dan mempertahankan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, 1979
[1] Sudirman,
dkk., ilmu pendidikan, (bandung: Remadja karya, 1989), hal. 13-14.
[2]
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum,
(Solo:Romadhoni, 1991), hal. 11-12.
[3]
Muhammad Ali al-Khawli, Qamus Tarbiyah, English-Arab, (beirut: dar
al-‘ilm al- Lmaliyyin, tt.) hal 103
[4]
Muhammad Ansyar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta :Dirjen
PT-PPLPTK Depdikbut, 1089) hal 8-20.
[5]
Rusli ahmad, Perencanaan dan Desain Kurikulum Dalam Pendidikan Jasmani,
(Jakarta : Dirjen PT-PPLPTK Depdikbud, 1989), hal.12-13
[6]
Arifin HM, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1987) hal.
86
[7]
Umar Muhammad Al-Thaumi Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan islam, Terj.
Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979) hal.523-532
[8]
Muhaimin, op.cit,. hal.57
[9]
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu teori pendidikan,
(Yogyakarta :Rake sarasin, 1987), hal. 183
[10]
Baca Lebih lanjut : Nasution, pengembangan ...,op,cit., h. 15-34; Nana
Syaodin Sukmadinata, op.cit,. hal. 86-105
[11] Abd
al-Rahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al-islamiyah wa asalibuha, (beirut :dar
al-fikr, 1979), hal. 177-179. Muhammad athiah al Abrasyi, dasar – dasar pokok
pendidikan islam, terj. Bustami A. Ghani, (jakarta : bulan bintang. 1987),
hal.173-186
[12]
Lihat. Dr. Sa’ad Nursa Ahmad. (tathawwur al – fikry al – tarbawi. (qahirah:
maktabah al-istiglal, al-kubro. 1970) h.h. 284-286
Tidak ada komentar:
Posting Komentar